Studi Kasus Cedera Bahu pada Atlet Renang dan Penanganannya

Studi Kasus Cedera Bahu pada Atlet Renang dan Penanganannya: Mengungkap Kompleksitas "Swimmer’s Shoulder"

Pendahuluan

Renang adalah olahraga air yang digemari secara global, dikenal karena manfaat kesehatannya yang holistik, mulai dari peningkatan kapasitas kardiovaskular hingga penguatan otot tanpa beban berlebih pada persendian. Namun, di balik citra kebugaran tersebut, atlet renang, terutama mereka yang berkompetisi dengan intensitas tinggi dan volume latihan yang besar, seringkali menghadapi risiko cedera muskuloskeletal. Dari semua bagian tubuh, bahu adalah area yang paling rentan, dengan insiden cedera mencapai 40-90% pada perenang elit. Fenomena ini dikenal dengan istilah umum "Swimmer’s Shoulder," sebuah sindrom yang mencakup berbagai kondisi patologis yang memengaruhi struktur kompleks bahu.

Cedera bahu pada atlet renang bukanlah kondisi tunggal, melainkan sebuah spektrum masalah yang disebabkan oleh gerakan berulang, tekanan tinggi, dan seringkali teknik yang tidak optimal. Artikel ini akan menyelami lebih dalam mengenai "Swimmer’s Shoulder" melalui sebuah studi kasus, menguraikan etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, dan pendekatan penanganan komprehensif yang diperlukan untuk mengembalikan atlet ke performa puncak mereka.

Anatomi dan Biomekanik Bahu dalam Renang

Untuk memahami mengapa bahu sangat rentan pada perenang, penting untuk meninjau kembali anatomi dan biomekanik sendi ini. Bahu adalah sendi yang paling mobil dalam tubuh manusia, memungkinkan rentang gerak yang luas berkat kombinasi empat sendi utama: glenohumeral, akromioklavikula (AC), sternoklavikula (SC), dan sendi skapulotorakal. Stabilitas sendi glenohumeral, yang merupakan sendi bola dan soket antara humerus (tulang lengan atas) dan skapula (tulang belikat), sangat bergantung pada jaringan lunak di sekitarnya, termasuk kapsul sendi, ligamen, dan otot-otot rotator cuff (supraspinatus, infraspinatus, teres minor, subskapularis). Otot-otot rotator cuff ini tidak hanya menggerakkan lengan, tetapi juga secara aktif menstabilkan kepala humerus dalam soket glenoid.

Dalam renang, gerakan bahu sangat repetitif dan kompleks. Setiap kayuhan melibatkan fleksi, abduksi, rotasi internal, dan ekstensi bahu dalam siklus yang terus-menerus. Fase "catch" dan "pull-through" yang kuat memerlukan aktivitas rotator cuff yang intens untuk menjaga stabilitas kepala humerus saat menghasilkan gaya dorong. Perenang kompetitif dapat melakukan ribuan kayuhan bahu per hari, yang berarti jutaan kayuhan per tahun. Beban berulang ini, ditambah dengan rotasi internal yang dominan selama fase pemulihan di atas air (recovery phase), dapat menyebabkan stres berlebihan pada tendon rotator cuff dan struktur sendi lainnya, memicu peradangan, degenerasi, atau bahkan robekan.

Etiologi "Swimmer’s Shoulder"

Penyebab "Swimmer’s Shoulder" bersifat multifaktorial, melibatkan kombinasi faktor intrinsik (internal) dan ekstrinsik (eksternal):

  1. Faktor Intrinsik:

    • Ketidakseimbangan Otot: Seringkali terjadi dominasi otot internal rotator (pektoralis mayor, latissimus dorsi, subskapularis) yang lebih kuat dibandingkan eksternal rotator (infraspinatus, teres minor), serta kelemahan pada otot stabilisator skapula (serratus anterior, trapezius). Ketidakseimbangan ini mengganggu ritme skapulohumeral yang optimal.
    • Fleksibilitas Terbatas: Kekakuan pada kapsul posterior bahu atau otot pektoralis dapat mengubah biomekanik bahu dan meningkatkan tekanan pada struktur tendon.
    • Postur Tubuh yang Buruk: Postur bungkuk (kyphosis torakal) atau kepala ke depan dapat memengaruhi posisi skapula dan mempersempit ruang subakromial.
    • Riwayat Cedera Sebelumnya: Cedera lama atau kondisi bawaan (misalnya, bentuk akromion yang melengkung atau pengait) dapat meningkatkan predisposisi.
  2. Faktor Ekstrinsik:

    • Overuse (Penggunaan Berlebihan): Peningkatan volume atau intensitas latihan yang terlalu cepat adalah penyebab paling umum. Tubuh tidak memiliki cukup waktu untuk beradaptasi.
    • Teknik Renang yang Buruk:
      • Cross-over entry: Tangan masuk ke air melintasi garis tengah tubuh.
      • Dropped elbow: Siku turun terlalu rendah selama fase "catch" atau "pull-through".
      • Poor body roll: Kurangnya rotasi tubuh yang memadai, memaksa bahu bekerja lebih keras.
      • Overtraining: Latihan berlebihan tanpa istirahat yang cukup.
    • Peralatan: Penggunaan hand paddle atau kickboard yang berlebihan dapat meningkatkan beban pada bahu dan mengubah biomekanik kayuhan.

Studi Kasus: Atlet Renang "A" dengan Nyeri Bahu Kronis

Profil Pasien:
Atlet "A" adalah seorang perenang putra berusia 17 tahun, perenang kompetitif di tingkat nasional, spesialisasi gaya bebas jarak menengah dan kupu-kupu. Ia berlatih 6 kali seminggu, dengan total jarak rata-rata 60-70 km per minggu, ditambah 3 sesi latihan kekuatan di darat.

Anamnesis (Riwayat Penyakit):
"A" datang dengan keluhan nyeri tumpul di bahu kanan bagian anterior dan lateral yang telah berlangsung selama sekitar 3 bulan. Nyeri awalnya terasa ringan dan muncul hanya setelah sesi latihan intens, namun secara bertahap memburuk hingga mulai mengganggu latihan harian dan aktivitas sehari-hari, terutama saat mengangkat lengan ke atas kepala atau meraih sesuatu di belakang punggung. Ia melaporkan nyeri semakin parah selama fase "catch" dan "pull-through" pada gaya bebas, serta fase pemulihan pada gaya kupu-kupu. Ia juga merasakan nyeri saat tidur miring ke sisi kanan. "A" mengakui bahwa ia baru saja meningkatkan volume latihannya secara signifikan dalam 4 bulan terakhir untuk persiapan kejuaraan. Ia telah mencoba mengompres dingin dan mengurangi intensitas latihan secara mandiri, tetapi tidak memberikan hasil yang signifikan.

Pemeriksaan Fisik:

  • Inspeksi: Ditemukan sedikit atrofi pada otot supraspinatus dan infraspinatus di bahu kanan. Terlihat adanya diskenesia skapula (gerakan skapula yang tidak harmonis) dengan "winging" ringan pada skapula kanan saat elevasi lengan.
  • Palpasi: Nyeri tekan pada tendon biceps di sulkus bicipitalis dan area tendon supraspinatus di bawah akromion.
  • Rentang Gerak (ROM):
    • Aktif: Nyeri muncul pada elevasi lengan aktif di atas 90 derajat (arcus dolorosa). Terbatasnya rotasi internal pasif pada posisi abduksi 90 derajat.
    • Pasif: Nyeri minimal pada ROM pasif, kecuali pada gerakan ekstrem.
  • Tes Khusus:
    • Tes Impingement: Tes Neer dan Hawkins-Kennedy positif (menimbulkan nyeri).
    • Tes Rotator Cuff: Tes Jobe (Empty Can) positif untuk supraspinatus. Kelemahan dan nyeri pada rotasi eksternal (tes untuk infraspinatus dan teres minor).
    • Tes Biceps: Tes Speed’s positif (menimbulkan nyeri di sulkus bicipitalis).
    • Stabilitas Skapula: Hasil buruk pada tes push-up plus (kelemahan serratus anterior).

Diagnosis Diferensial:

  • Tendinopati Rotator Cuff (Supraspinatus, Infraspinatus)
  • Sindrom Impingement Subakromial
  • Tendinopati Biceps
  • Robekan Labrum Superior (SLAP lesion)
  • Kapsulitis Adhesiva (Frozen Shoulder)

Diagnosis Kerja:
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, diagnosis kerja untuk atlet "A" adalah Sindrom Impingement Subakromial dengan Tendinopati Rotator Cuff (khususnya supraspinatus) dan Tendinopati Biceps. Diskenesia skapula dianggap sebagai faktor kontribusi utama.

Pemeriksaan Penunjang:

  • Rontgen (X-ray): Dilakukan untuk menyingkirkan kelainan tulang seperti osteofit atau bentuk akromion yang patologis, namun hasilnya normal.
  • MRI (Magnetic Resonance Imaging): Memperlihatkan edema dan sinyal degeneratif pada tendon supraspinatus dan biceps, serta adanya bursitis subakromial-subdeltoid, yang mengkonfirmasi diagnosis tendinopati dan impingement. Tidak ditemukan robekan signifikan pada tendon rotator cuff atau labrum.

Penanganan "Swimmer’s Shoulder"

Penanganan "Swimmer’s Shoulder" pada atlet "A" didasarkan pada pendekatan konservatif yang komprehensif dan bertahap, dengan fokus pada pengurangan nyeri, pemulihan fungsi, koreksi biomekanik, dan pencegahan kekambuhan.

Fase Akut (Minggu 1-2):

  1. Modifikasi Aktivitas: "A" diminta untuk menghentikan sementara latihan renang gaya kupu-kupu dan mengurangi volume latihan gaya bebas secara drastis (hingga 50-70%) atau bahkan istirahat total dari renang jika nyeri sangat hebat. Ia diinstruksikan untuk menghindari gerakan yang memperparah nyeri.
  2. Manajemen Nyeri:
    • RICE: Rest (istirahat), Ice (kompres es 15-20 menit, 3-4 kali sehari), Compression (pembalutan elastis jika membantu), Elevation (kurang relevan untuk bahu).
    • Obat-obatan: Pemberian antiinflamasi non-steroid (OAINS) oral selama 5-7 hari untuk mengurangi peradangan dan nyeri.
    • Modalitas Fisioterapi: Terapi fisik dimulai dengan modalitas seperti ultrasound terapeutik atau TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) untuk mengurangi nyeri dan peradangan.

Fase Rehabilitasi (Minggu 2-12):

Fase ini adalah inti dari pemulihan dan dibagi menjadi beberapa tahap progresif:

  1. Pemulihan Rentang Gerak dan Fleksibilitas:

    • Latihan Pendulum: Gerakan ringan untuk merelaksasi bahu dan menjaga mobilitas.
    • Latihan Peregangan: Peregangan kapsul posterior bahu (cross-body stretch), peregangan pektoralis, dan latissimus dorsi.
    • Mobilisasi Sendi: Fisioterapis dapat melakukan mobilisasi sendi pasif atau aktif-dibantu untuk meningkatkan ROM.
  2. Penguatan Otot Stabilisator Skapula:

    • Ini adalah langkah krusial yang sering diabaikan. Latihan untuk memperkuat serratus anterior dan trapezius bagian bawah sangat penting untuk mengoreksi diskenesia skapula dan memastikan gerakan bahu yang efisien.
    • Contoh Latihan: Wall slides, scapular push-ups, prone "Y" and "T" raises, seated rows.
  3. Penguatan Otot Rotator Cuff:

    • Fokus pada eksternal rotator untuk mengembalikan keseimbangan kekuatan.
    • Contoh Latihan: Rotasi eksternal dan internal dengan resistance band atau dumble ringan (low weight, high repetitions), dimulai dengan lengan di samping tubuh, lalu secara progresif dengan lengan di posisi abduksi 90 derajat.
  4. Penguatan Core (Inti Tubuh):

    • Stabilitas core sangat penting untuk keseluruhan rantai kinetik. Otot perut dan punggung yang kuat mendukung postur dan memungkinkan transmisi gaya yang efisien dari tungkai ke bahu.
    • Contoh Latihan: Plank, side plank, bird-dog.
  5. Neuromuskular dan Proprioception:

    • Latihan untuk meningkatkan kontrol motorik dan kesadaran posisi sendi.
    • Contoh Latihan: Latihan menstabilkan bahu di permukaan yang tidak stabil (misalnya, menggunakan bola obat atau bosu ball), latihan plyometrik ringan (melempar bola obat).

Fase Kembalinya ke Olahraga (Minggu 12+):

  1. Latihan Kering Spesifik Renang:

    • Simulasi gerakan kayuhan renang di darat dengan resistensi ringan untuk melatih pola gerak yang benar.
    • Latihan dengan stretch cord untuk meniru kayuhan di air.
  2. Kembali ke Air Bertahap:

    • Dimulai dengan latihan tendangan dan renang ringan menggunakan kickboard tanpa gerakan bahu yang berlebihan.
    • Progresi ke renang dengan gaya bebas ringan, dengan fokus ketat pada teknik yang benar (terutama body roll dan posisi tangan masuk air).
    • Hindari penggunaan hand paddle dan pull buoy di awal.
    • Secara bertahap meningkatkan volume dan intensitas, serta memperkenalkan kembali gaya kupu-kupu setelah kekuatan dan teknik bahu benar-benar pulih dan nyeri tidak ada.
  3. Koreksi Teknik Renang:

    • Bekerja sama dengan pelatih renang untuk mengidentifikasi dan mengoreksi teknik yang berkontribusi pada cedera, seperti cross-over entry, dropped elbow, atau kurangnya body roll. Ini adalah komponen penting untuk mencegah kekambuhan.

Intervensi Lain:

  • Injeksi Kortikosteroid: Pada kasus nyeri yang sangat persisten dan mengganggu rehabilitasi, injeksi kortikosteroid ke ruang subakromial dapat dipertimbangkan untuk meredakan peradangan jangka pendek, namun harus digunakan secara hati-hati karena potensi efek samping pada tendon. Pada kasus "A", injeksi tidak diperlukan karena respon positif terhadap terapi konservatif.
  • Pembedahan: Jarang diperlukan untuk tendinopati dan impingement tanpa robekan tendon yang signifikan. Pembedahan (misalnya, dekompresi subakromial artroskopik) hanya dipertimbangkan jika penanganan konservatif yang adekuat selama 6-12 bulan gagal.

Pencegahan

Pencegahan adalah kunci untuk menghindari "Swimmer’s Shoulder" dan kekambuhan:

  1. Peningkatan Beban Latihan Bertahap: Hindari peningkatan volume atau intensitas latihan yang mendadak (prinsip "10% rule").
  2. Fokus pada Teknik: Pelatihan teknik yang benar oleh pelatih berpengalaman sangat penting.
  3. Program Latihan Kekuatan yang Seimbang: Sertakan latihan penguatan rotator cuff (khususnya eksternal rotator) dan stabilisator skapula sebagai bagian dari rutinitas latihan kering.
  4. Peregangan Reguler: Jaga fleksibilitas bahu, pektoralis, dan latissimus dorsi.
  5. Warm-up dan Cool-down yang Adekuat: Lakukan pemanasan dinamis sebelum berenang dan pendinginan dengan peregangan setelahnya.
  6. Perhatikan Sinyal Nyeri: Jangan mengabaikan nyeri bahu. Istirahat atau modifikasi latihan pada tanda pertama nyeri dapat mencegah kondisi menjadi kronis.

Kesimpulan

"Swimmer’s Shoulder" adalah masalah umum dan kompleks yang dihadapi atlet renang, seringkali disebabkan oleh kombinasi faktor penggunaan berlebihan, ketidakseimbangan otot, dan teknik renang yang kurang tepat. Studi kasus atlet "A" menggarisbawahi pentingnya diagnosis yang akurat dan pendekatan penanganan yang komprehensif. Rehabilitasi yang efektif melibatkan modifikasi aktivitas, manajemen nyeri, pemulihan rentang gerak, penguatan otot stabilisator skapula dan rotator cuff, serta koreksi teknik renang.

Kunci keberhasilan terletak pada kerja sama tim antara atlet, pelatih, dokter, dan fisioterapis. Dengan program rehabilitasi yang disiplin dan strategi pencegahan yang diterapkan secara konsisten, atlet renang dapat mengatasi "Swimmer’s Shoulder" dan kembali berkompetisi dengan performa optimal, sambil meminimalkan risiko cedera di masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *