Mengukuhkan Demokrasi di Akar Rumput: Peran Krusial Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pengambilan Kebijakan
Desa, sebagai unit pemerintahan terkecil namun terdekat dengan masyarakat, memegang peranan fundamental dalam pembangunan nasional. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, otonomi desa diperkuat, memberikan kewenangan yang lebih besar kepada desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam ekosistem pemerintahan desa yang dinamis ini, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) muncul sebagai pilar demokrasi yang tak tergantikan. BPD, yang sering disebut sebagai "parlemen mini" desa, adalah lembaga yang mewakili penduduk desa dan memiliki fungsi penting dalam pengambilan kebijakan desa. Peran BPD bukan sekadar pelengkap, melainkan inti dari tata kelola desa yang partisipatif, transparan, dan akuntabel. Artikel ini akan mengulas secara mendalam peran krusial BPD dalam setiap tahapan pengambilan kebijakan di desa, mulai dari legislasi hingga pengawasan, serta tantangan dan peluang yang menyertainya.
I. BPD: Fondasi Demokrasi Partisipatif Desa
Sebelum membahas lebih jauh tentang perannya dalam pengambilan kebijakan, penting untuk memahami posisi BPD dalam struktur pemerintahan desa. BPD adalah lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggotanya dipilih dari dan oleh penduduk desa secara langsung, mencerminkan representasi wilayah, perempuan, dan unsur masyarakat lainnya. Dengan legitimasi yang kuat dari masyarakat, BPD memiliki kedudukan yang setara dan menjadi mitra strategis bagi Pemerintah Desa (Kepala Desa dan perangkatnya). Kemitraan ini didasari oleh prinsip checks and balances, memastikan tidak ada dominasi kekuasaan dan bahwa setiap kebijakan yang diambil benar-benar demi kepentingan masyarakat desa.
II. Peran BPD dalam Proses Legislasi Desa: Pembentukan Peraturan Desa (Perdes)
Salah satu fungsi utama BPD yang paling menonjol dalam pengambilan kebijakan adalah fungsi legislasi, yaitu menyusun dan membahas Rancangan Peraturan Desa (Raperdes) bersama Kepala Desa. Peraturan Desa (Perdes) adalah produk hukum tertinggi di tingkat desa, yang menjadi landasan bagi segala aktivitas dan program pembangunan.
-
Inisiatif dan Perumusan Raperdes: BPD memiliki hak untuk menginisiasi Raperdes. Ini berarti BPD tidak hanya menunggu usulan dari Kepala Desa, tetapi juga dapat secara proaktif merumuskan kebijakan yang dianggap relevan dan dibutuhkan oleh masyarakat. Inisiatif ini biasanya muncul dari hasil penyerapan aspirasi masyarakat melalui musyawarah atau kunjungan kerja. Dengan demikian, kebijakan yang lahir dari inisiatif BPD cenderung lebih responsif terhadap kebutuhan riil di lapangan.
-
Pembahasan Bersama Kepala Desa: Setiap Raperdes, baik yang diusulkan oleh Kepala Desa maupun BPD, harus dibahas secara musyawarah antara BPD dan Kepala Desa. Dalam proses pembahasan ini, BPD berperan sebagai penyaring dan pengkritisi. Mereka menganalisis substansi Raperdes, memastikan keselarasan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, serta mempertimbangkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan terhadap masyarakat desa. Proses pembahasan ini seringkali melibatkan konsultasi publik dan partisipasi masyarakat, sehingga kebijakan yang dihasilkan memiliki legitimasi yang kuat.
-
Persetujuan Raperdes Menjadi Perdes: Setelah melalui serangkaian pembahasan dan perbaikan, Raperdes yang disepakati bersama oleh BPD dan Kepala Desa akan disetujui menjadi Perdes. Persetujuan BPD adalah syarat mutlak bagi legalitas sebuah Perdes. Tanpa persetujuan BPD, Raperdes tidak dapat diberlakukan. Ini menunjukkan betapa strategisnya posisi BPD dalam menentukan arah kebijakan hukum di tingkat desa. Contoh nyata dari Perdes yang menjadi hasil kerja sama ini adalah Perdes tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), Perdes tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), atau Perdes tentang tata ruang desa.
III. Fungsi Pengawasan: Menjamin Akuntabilitas dan Transparansi
Selain fungsi legislasi, BPD juga memegang peranan vital dalam fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Perdes dan kinerja Kepala Desa. Fungsi ini memastikan bahwa setiap kebijakan yang telah disepakati dijalankan sesuai dengan ketentuan dan tidak terjadi penyimpangan.
-
Pengawasan Pelaksanaan Perdes: BPD bertugas mengawasi implementasi semua Perdes yang telah disahkan, termasuk Perdes APBDes. Ini mencakup pemantauan terhadap penggunaan anggaran, pelaksanaan program-program pembangunan, dan pelayanan publik. Pengawasan ini dilakukan melalui rapat-rapat BPD, kunjungan lapangan, dan permintaan laporan pertanggungjawaban dari Kepala Desa. Jika ditemukan indikasi penyimpangan atau ketidaksesuaian, BPD berhak memberikan rekomendasi, teguran, bahkan menginisiasi proses evaluasi lebih lanjut.
-
Pengawasan Kinerja Kepala Desa: BPD juga mengawasi kinerja Kepala Desa dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Pengawasan ini bukan untuk mencari-cari kesalahan, melainkan untuk memastikan Kepala Desa bekerja secara efektif, efisien, dan sesuai dengan aspirasi masyarakat. BPD dapat meminta keterangan atau laporan pertanggungjawaban dari Kepala Desa mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa. Hasil pengawasan ini menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi perbaikan tata kelola pemerintahan desa ke depan.
-
Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas: Melalui fungsi pengawasan, BPD secara aktif mendorong prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dan pembangunan desa. BPD memastikan bahwa informasi mengenai anggaran desa, program kerja, dan hasil-hasil pembangunan disampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Ini penting untuk mencegah praktik korupsi dan kolusi, serta membangun kepercayaan publik terhadap pemerintah desa.
IV. Menyalurkan Aspirasi Masyarakat: Jembatan Antara Warga dan Kebijakan
Salah satu inti dari demokrasi adalah suara rakyat. BPD adalah saluran resmi bagi masyarakat desa untuk menyampaikan aspirasi, keluhan, dan harapan mereka kepada pemerintah desa.
-
Menampung dan Merumuskan Aspirasi: BPD memiliki mekanisme untuk menampung aspirasi masyarakat, baik melalui Musyawarah Desa (Musdes), rapat dengan warga, atau kotak saran. Aspirasi yang terkumpul kemudian dirumuskan dan diprioritaskan untuk selanjutnya disampaikan kepada Kepala Desa sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan. Ini memastikan bahwa kebijakan yang diambil oleh pemerintah desa benar-benar berangkat dari kebutuhan dan keinginan masyarakat, bukan hanya dari segelintir elit desa.
-
Menjadi Suara Masyarakat dalam Musdes: BPD memiliki peran sentral dalam penyelenggaraan Musyawarah Desa (Musdes). Musdes adalah forum tertinggi pengambilan keputusan di desa yang melibatkan berbagai elemen masyarakat. Dalam Musdes, BPD berperan sebagai fasilitator, memastikan bahwa setiap suara didengar, dan hasil musyawarah terformulasikan dengan baik menjadi keputusan atau rekomendasi kebijakan. Misalnya, dalam Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa), BPD memastikan usulan-usulan masyarakat terakomodasi dalam rencana pembangunan desa.
V. Pemberi Persetujuan atas Kebijakan Strategis Lainnya
Di luar pembentukan Perdes, BPD juga memiliki wewenang untuk memberikan persetujuan terhadap kebijakan strategis lainnya yang akan diambil oleh Kepala Desa.
-
Persetujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes): RPJMDes adalah dokumen perencanaan pembangunan desa untuk jangka waktu enam tahun. BPD harus memberikan persetujuan terhadap RPJMDes yang disusun oleh Kepala Desa. Persetujuan ini memastikan bahwa visi, misi, dan program pembangunan desa selaras dengan aspirasi masyarakat dan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.
-
Persetujuan Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa: Meskipun pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa adalah wewenang Kepala Desa, BPD seringkali dilibatkan dalam proses konsultasi atau memberikan pertimbangan. Ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses tersebut berjalan secara transparan dan akuntabel, serta bahwa perangkat desa yang dipilih memiliki kualifikasi dan integritas yang memadai.
VI. Tantangan dan Peluang Penguatan Peran BPD
Meskipun memiliki peran yang krusial, BPD tidak luput dari tantangan. Beberapa tantangan utama meliputi:
- Kapasitas Anggota BPD: Tidak semua anggota BPD memiliki pemahaman yang memadai tentang regulasi, tata kelola pemerintahan, atau teknik perumusan kebijakan. Hal ini dapat menghambat efektivitas mereka dalam menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan.
- Independensi BPD: Dalam beberapa kasus, hubungan BPD dengan Kepala Desa dapat menjadi kurang seimbang, di mana BPD cenderung pasif atau bahkan didominasi oleh Kepala Desa.
- Keterbatasan Sumber Daya: BPD seringkali menghadapi keterbatasan anggaran, fasilitas, dan tenaga pendukung, yang dapat mempengaruhi kinerja mereka.
- Partisipasi Masyarakat yang Rendah: Kurangnya kesadaran atau partisipasi masyarakat dalam Musdes atau forum aspirasi dapat membuat BPD kesulitan dalam menyerap dan menyalurkan aspirasi secara representatif.
Namun, di balik tantangan ini, terdapat peluang besar untuk penguatan peran BPD:
- Peningkatan Kapasitas: Program pelatihan dan bimbingan teknis yang berkelanjutan bagi anggota BPD dapat meningkatkan pemahaman mereka tentang tugas dan fungsi, serta keterampilan dalam legislasi, pengawasan, dan komunikasi.
- Penguatan Regulasi: Pemerintah pusat dan daerah dapat mengeluarkan regulasi yang lebih jelas untuk memperkuat independensi dan wewenang BPD.
- Pemanfaatan Teknologi: Penggunaan platform digital untuk menyerap aspirasi atau menyebarkan informasi kebijakan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dan transparansi.
- Kolaborasi dengan Pihak Luar: BPD dapat bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil, akademisi, atau lembaga swadaya masyarakat untuk mendapatkan dukungan teknis dan advokasi.
Kesimpulan
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah jantung demokrasi di akar rumput. Peran krusialnya dalam pengambilan kebijakan desa, mulai dari inisiatif legislasi, pembahasan Peraturan Desa, persetujuan anggaran, hingga fungsi pengawasan yang ketat, menjadi penentu kualitas tata kelola pemerintahan desa. BPD adalah jembatan yang menghubungkan aspirasi masyarakat dengan kebijakan pemerintah desa, memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan dan keinginan warga.
Mengukuhkan peran BPD berarti mengukuhkan demokrasi partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas di tingkat desa. Dengan BPD yang kuat, mandiri, dan berkapasitas, desa tidak hanya menjadi objek pembangunan, tetapi subjek yang berdaya untuk menentukan arah masa depannya sendiri. Oleh karena itu, penguatan BPD melalui peningkatan kapasitas, dukungan regulasi, dan partisipasi aktif masyarakat adalah investasi krusial untuk mewujudkan desa yang maju, mandiri, dan sejahtera.