Studi Kasus Cedera Bahu pada Atlet Renang dan Penanganannya

Studi Kasus Cedera Bahu pada Atlet Renang: Pendekatan Komprehensif dalam Diagnosis dan Penanganan

Pendahuluan

Renang adalah olahraga yang menuntut kekuatan, daya tahan, dan teknik yang presisi. Gerakan berulang-ulang di atas kepala (overhead motion) yang merupakan inti dari setiap gaya renang, membuat bahu menjadi sendi yang paling rentan terhadap cedera pada atlet renang. Kondisi ini sering dikenal dengan istilah "swimmer’s shoulder" atau bahu perenang, yang mencakup berbagai patologi mulai dari sindrom impingement hingga tendinopati dan instabilitas sendi.

Cedera bahu pada perenang dapat berdampak signifikan pada performa atlet, menyebabkan nyeri kronis, pembatasan gerak, dan bahkan penghentian karier. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam mengenai mekanisme cedera, diagnosis yang akurat, dan strategi penanganan yang komprehensif sangatlah esensial. Artikel ini akan membahas studi kasus cedera bahu pada seorang atlet renang, menguraikan proses diagnosis, dan strategi penanganan yang diterapkan untuk memfasilitasi pemulihan dan kembali ke aktivitas renang secara optimal.

Anatomi dan Biomekanika Bahu pada Renang

Sendi bahu adalah sendi paling mobil dalam tubuh manusia, terdiri dari tiga tulang utama: humerus (tulang lengan atas), skapula (tulang belikat), dan klavikula (tulang selangka). Bahu sebenarnya merupakan kompleks empat sendi yang bekerja secara sinergis: sendi glenohumeral (utama), akromioklavikular, sternoklavikular, dan skapulotorakal. Stabilitas sendi bahu sangat bergantung pada otot-otot rotator cuff (supraspinatus, infraspinatus, teres minor, subskapularis) yang berfungsi untuk memusatkan kepala humerus di rongga glenoid, serta otot-otot stabilisator skapula (seperti serratus anterior, trapezius, romboid) yang memastikan posisi skapula yang tepat selama gerakan lengan.

Dalam renang, setiap kayuhan melibatkan serangkaian gerakan kompleks yang berulang: entry (masuknya tangan ke air), catch (menangkap air), pull (menarik air), push (mendorong air), dan recovery (pengangkatan lengan ke depan). Gerakan-gerakan ini, terutama fase pull dan recovery, menempatkan beban yang sangat besar pada rotator cuff dan struktur bahu lainnya. Misalnya, pada gaya bebas, lengan melakukan rotasi internal dan abduksi saat entry dan catch, kemudian transisi ke ekstensi dan rotasi internal saat pull dan push, dan akhirnya abduksi, rotasi eksternal, dan fleksi saat recovery. Ribuan repetisi gerakan ini setiap hari dapat menyebabkan kelelahan otot, ketidakseimbangan, dan mikro-trauma yang berakumulasi menjadi cedera.

Etiologi Cedera Bahu pada Atlet Renang

Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap cedera bahu pada perenang dapat dibagi menjadi intrinsik dan ekstrinsik:

  1. Faktor Intrinsik:

    • Ketidakseimbangan Otot: Otot rotator cuff yang lemah atau tidak seimbang dengan otot deltoid atau pektoralis.
    • Fleksibilitas Terbatas: Kekakuan pada kapsul sendi posterior atau otot-otot bahu lainnya.
    • Disfungsi Skapula: Kelemahan atau aktivasi otot stabilisator skapula yang tidak tepat (sering disebut dyskinesis skapula), menyebabkan posisi skapula yang buruk dan mengganggu ritme skapulohumeral.
    • Postur Tubuh: Postur rounded shoulder atau kyphosis toraks dapat mempersempit ruang subakromial.
  2. Faktor Ekstrinsik:

    • Volume dan Intensitas Latihan Berlebihan: Peningkatan jarak atau intensitas renang yang terlalu cepat tanpa adaptasi yang cukup.
    • Teknik Renang yang Buruk: Teknik catch yang terlalu lebar, crossover pada entry, atau recovery yang terlalu tinggi dapat meningkatkan stres pada bahu.
    • Penggunaan Alat Bantu: Paddles tangan yang terlalu besar atau kickboards dapat meningkatkan beban pada bahu.
    • Kurangnya Pemanasan dan Pendinginan: Persiapan otot yang tidak memadai sebelum latihan dan pemulihan yang kurang setelahnya.

Jenis Cedera Bahu yang Umum

Beberapa jenis cedera bahu yang sering ditemukan pada perenang meliputi:

  • Sindrom Impingement Bahu (Subacromial Impingement Syndrome): Paling umum, terjadi ketika tendon rotator cuff (terutama supraspinatus) dan/atau tendon bisep terjepit di antara kepala humerus dan akromion, menyebabkan peradangan dan nyeri.
  • Tendinopati Rotator Cuff: Peradangan atau degenerasi tendon rotator cuff, seringkali supraspinatus atau bisep.
  • Instabilitas Glenohumeral: Kendurnya ligamen atau kapsul sendi yang memungkinkan kepala humerus bergerak berlebihan dari rongga glenoid, seringkali tanpa dislokasi penuh.
  • Robekan Labrum: Robekan pada cincin tulang rawan (labrum) yang mengelilingi rongga glenoid, dapat terjadi akibat trauma atau gerakan berulang.
  • Kapsulitis Adhesiva (Frozen Shoulder): Meskipun lebih jarang pada atlet muda, peradangan dan kekakuan kapsul sendi dapat terjadi.

Studi Kasus: Atlet Renang "Rizky"

Latar Belakang Pasien:
Rizky, seorang atlet renang putra berusia 18 tahun, berkompetisi di tingkat nasional untuk gaya bebas dan gaya kupu-kupu. Ia telah berlatih renang selama 10 tahun dengan jadwal yang intensif, rata-rata 6 kali seminggu, dua sesi per hari (pagi dan sore), dengan total jarak sekitar 8-10 km per hari. Rizky memiliki riwayat kesehatan yang baik dan tidak pernah mengalami cedera bahu signifikan sebelumnya.

Keluhan Awal:
Rizky datang dengan keluhan nyeri progresif pada bahu kanan yang telah berlangsung selama 3 bulan. Nyeri dirasakan terutama di bagian depan dan samping bahu, memburuk saat melakukan gerakan catch dan pull dalam renang, serta saat mengangkat lengan ke atas atau meraih objek di atas kepala. Ia juga melaporkan nyeri tumpul yang kadang muncul saat istirahat, terutama di malam hari. Nyeri ini menyebabkan penurunan signifikan dalam kecepatan dan daya tahannya, serta membuatnya sering bolos latihan.

Pemeriksaan Fisik:

  • Inspeksi: Sedikit asimetri pada posisi skapula kanan (protraksi ringan) dan postur bahu yang sedikit rounded.
  • Palpasi: Nyeri tekan kuat pada tendon supraspinatus di bawah akromion dan pada alur bicipital (tendon bisep).
  • Range of Motion (ROM):
    • Aktif: Nyeri pada abduksi bahu antara 60-120 derajat (arc of pain), serta nyeri pada fleksi dan rotasi internal/eksternal yang ekstrim.
    • Pasif: ROM penuh tetapi dengan nyeri minimal di ujung gerak.
  • Tes Khusus (Special Tests):
    • Neer’s Test (+): Nyeri saat fleksi pasif penuh lengan ke atas dengan rotasi internal.
    • Hawkins-Kennedy Test (+): Nyeri saat fleksi bahu 90 derajat dengan siku 90 derajat, kemudian rotasi internal pasif.
    • Speed’s Test (+): Nyeri pada alur bicipital saat fleksi bahu melawan resistensi dengan siku ekstensi dan supinasi.
    • Jobe’s Test (Empty Can Test) (+): Kelemahan dan nyeri pada abduksi bahu 90 derajat, fleksi horisontal 30 derajat, dan rotasi internal melawan resistensi.
    • Scapular Dyskinesis Test: Menunjukkan winging ringan pada skapula kanan saat push-up plus atau saat menguji kekuatan serratus anterior.
  • Kekuatan Otot: Penurunan kekuatan pada abduksi dan rotasi eksternal bahu kanan (4/5) dibandingkan kiri (5/5).

Diagnosis:
Berdasarkan keluhan, riwayat, dan temuan pemeriksaan fisik, Rizky didiagnosis mengalami Sindrom Impingement Bahu Kanan dengan Tendinopati Rotator Cuff (Supraspinatus) dan Tendinopati Bisep, disertai Disfungsi Skapula.

Pencitraan:
MRI bahu kanan dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan menyingkirkan robekan signifikan. Hasil MRI menunjukkan edema pada tendon supraspinatus dan tendon bisep tanpa bukti robekan penuh, serta peradangan pada bursa subakromial.

Penanganan Studi Kasus "Rizky"

Penanganan Rizky dirancang secara multidisiplin melibatkan dokter olahraga, fisioterapis, dan pelatih renang, dengan pendekatan bertahap:

Fase 1: Manajemen Nyeri Akut dan Perlindungan (0-2 Minggu)

  1. Modifikasi Aktivitas: Penghentian sementara semua latihan renang yang memicu nyeri. Rizky diperbolehkan melakukan latihan kaki atau renang dengan kickboard tanpa menggunakan lengan.
  2. Manajemen Nyeri:
    • RICE (Rest, Ice, Compression, Elevation): Aplikasi es pada bahu yang nyeri selama 15-20 menit, beberapa kali sehari.
    • Farmakologi: Dokter meresepkan obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) oral untuk mengurangi nyeri dan peradangan.
  3. Fisioterapi Pasif:
    • Modalitas: Terapi fisik seperti ultrasound, TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation), atau terapi laser untuk mengurangi nyeri dan peradangan.
    • Gentle ROM Exercises: Latihan gerak pasif atau aktif-asistif ringan untuk mempertahankan fleksibilitas tanpa memprovokasi nyeri.

Fase 2: Pemulihan Fleksibilitas dan Kekuatan Dasar (2-6 Minggu)

  1. Peregangan:
    • Peregangan kapsul posterior bahu (contoh: sleeper stretch) untuk meningkatkan rotasi internal.
    • Peregangan otot pektoralis dan latissimus dorsi untuk memperbaiki postur.
  2. Latihan Penguatan Rotator Cuff:
    • Isometrik: Latihan penguatan tanpa gerakan sendi, seperti menekan dinding dengan tangan ke arah rotasi internal/eksternal.
    • Isotonik: Latihan dengan resistensi ringan menggunakan theraband atau beban sangat ringan (misalnya, rotasi eksternal/internal, abduksi skapula, scaption). Fokus pada kontrol gerak dan form yang benar.
  3. Latihan Stabilisasi Skapula:
    • Wall Slides: Meluncurkan lengan ke atas dinding sambil menjaga skapula tetap rata.
    • Y-T-W-L Exercises: Latihan prone pada perut untuk mengaktifkan otot punggung atas dan stabilisator skapula.
    • Push-up Plus: Push-up dengan dorongan ekstra di akhir untuk mengaktifkan serratus anterior.
  4. Edukasi Teknik Renang: Analisis video teknik renang Rizky dengan pelatih dan fisioterapis untuk mengidentifikasi kesalahan biomekanik yang mungkin berkontribusi pada cedera, seperti crossover atau catch yang terlalu lebar.

Fase 3: Pengembalian ke Olahraga Bertahap (6-12+ Minggu)

  1. Latihan Penguatan Progresif: Peningkatan resistensi dan kompleksitas latihan rotator cuff dan stabilisator skapula. Penambahan latihan plyometrik ringan (misalnya, medicine ball throws) untuk meningkatkan kekuatan eksplosif.
  2. Latihan Fungsional Spesifik Renang:
    • Dimulai dengan dry-land exercises yang meniru gerakan renang.
    • Kembali ke kolam dengan drill renang yang dimodifikasi, fokus pada teknik yang benar dan volume rendah (misalnya, berenang dengan satu lengan, berenang dengan fins untuk mengurangi beban bahu).
    • Peningkatan volume dan intensitas renang secara bertahap, diawasi ketat oleh pelatih dan fisioterapis.
  3. Latihan Core Stability: Penguatan otot inti untuk mendukung stabilitas tubuh secara keseluruhan, yang penting untuk efisiensi gerakan renang dan mengurangi beban pada bahu.
  4. Program Pencegahan Berkelanjutan: Edukasi tentang pentingnya pemanasan yang adekuat, pendinginan, dan program penguatan/fleksibilitas rutin sebagai bagian dari rutinitas latihan harian.

Hasil dan Diskusi

Setelah 12 minggu penanganan komprehensif, Rizky menunjukkan peningkatan yang signifikan. Nyeri telah berkurang drastis, ROM bahunya kembali penuh, dan kekuatan ototnya mendekati normal. Disfungsi skapulanya membaik dengan aktivasi otot yang lebih baik. Ia mampu kembali berenang dengan volume penuh tanpa nyeri, meskipun dengan modifikasi teknik yang telah dipelajari.

Kasus Rizky menyoroti pentingnya diagnosis dini dan penanganan yang holistik. Pendekatan multidisiplin memastikan bahwa semua aspek cedera, mulai dari nyeri akut hingga faktor-faktor biomekanik yang mendasari, ditangani secara efektif. Tanpa koreksi disfungsi skapula dan teknik renang yang salah, kemungkinan kekambuhan cedera akan sangat tinggi.

Pencegahan Cedera Bahu pada Perenang

Pencegahan adalah kunci untuk menjaga kesehatan bahu perenang:

  1. Program Penguatan dan Fleksibilitas Teratur: Fokus pada rotator cuff, stabilisator skapula, dan fleksibilitas kapsul posterior.
  2. Koreksi Teknik Renang: Pelatih harus secara rutin memantau dan mengoreksi teknik perenang untuk menghindari gerakan yang membebani bahu secara berlebihan.
  3. Manajemen Beban Latihan (Periodisasi): Peningkatan volume dan intensitas latihan harus dilakukan secara bertahap dan terencana, memberikan waktu bagi tubuh untuk beradaptasi.
  4. Pemanasan dan Pendinginan yang Memadai: Persiapan otot sebelum latihan dan pemulihan setelahnya sangat penting.
  5. Perhatikan Sinyal Tubuh: Atlet harus didorong untuk melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan sekecil apa pun agar dapat ditangani sejak dini.

Kesimpulan

Cedera bahu merupakan tantangan umum bagi atlet renang, namun dengan pemahaman yang tepat tentang anatomi, biomekanika, dan faktor-faktor risiko, sebagian besar cedera dapat dicegah atau ditangani secara efektif. Studi kasus Rizky menunjukkan bahwa diagnosis akurat, intervensi dini, dan program rehabilitasi yang komprehensif, didukung oleh tim multidisiplin, sangat penting untuk pemulihan optimal dan pengembalian atlet ke performa puncak. Fokus pada perbaikan biomekanika, penguatan otot penstabil, dan koreksi teknik renang adalah fondasi dari keberhasilan penanganan dan pencegahan cedera bahu pada atlet renang.

Exit mobile version