Jakarta, 18 November 2025 – Ibu Kota Indonesia kembali menjadi pusat perhatian nasional ketika ribuan warga dari berbagai elemen masyarakat turun ke jalan dalam aksi demonstrasi besar menanggapi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang saat ini memasuki tahap pengesahan di DPR. Demonstrasi ini berlangsung di beberapa titik strategis, termasuk kawasan depan Gedung DPR/MPR dan Bundaran HI, dengan tujuan menyuarakan penolakan terhadap sejumlah pasal yang dianggap kontroversial.
Sejak pagi, jalan-jalan protokol Jakarta dipadati oleh massa yang membawa spanduk, poster, dan atribut simbolik yang menekankan tuntutan mereka. Koordinator aksi menyampaikan bahwa RUU KUHAP yang baru berpotensi mengubah sejumlah prosedur hukum yang menyangkut hak tersangka dan korban, serta dinilai belum mencerminkan aspirasi publik secara luas. “Kami menuntut agar pemerintah dan DPR mendengar suara rakyat sebelum melanjutkan pengesahan RUU ini,” ujar salah satu orator di depan Gedung DPR.
Beberapa pasal yang menjadi sorotan utama antara lain terkait penyidikan, penahanan, dan hak-hak tersangka. Para demonstran menilai perubahan ini berpotensi melemahkan prinsip perlindungan hukum bagi warga, serta memberi kewenangan lebih besar kepada aparat penegak hukum tanpa mekanisme pengawasan yang memadai. Kondisi ini memicu kekhawatiran publik terhadap kemungkinan penyalahgunaan wewenang di masa depan.
Polisi dan aparat keamanan terlihat siaga sejak pagi, dengan menempatkan barikade dan unit pengamanan di sepanjang jalur aksi. Meskipun demikian, demonstrasi berlangsung relatif kondusif dengan koordinasi antara penyelenggara aksi dan aparat kepolisian. Beberapa ruas jalan mengalami kemacetan parah akibat konsentrasi massa, memaksa sejumlah transportasi umum untuk mengubah rute.
Pemerhati hukum menekankan pentingnya dialog antara pemerintah, DPR, dan masyarakat untuk memastikan RUU KUHAP dapat diterima publik. Menurut mereka, undang-undang yang mengatur prosedur hukum pidana harus bersifat transparan dan melindungi kepentingan semua pihak. “Pengesahan RUU harus didasari pada pertimbangan keadilan sosial dan hukum yang seimbang, bukan hanya kepentingan institusi tertentu,” kata salah satu akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Media sosial pun menjadi arena penting bagi masyarakat untuk mengekspresikan pendapat mereka terkait RUU KUHAP. Tagar terkait aksi demonstrasi dan penolakan RUU KUHAP sempat menduduki trending topic nasional, menandakan tingginya perhatian publik. Analisis awal menunjukkan bahwa sebagian besar netizen menyoroti isu penahanan sewenang-wenang dan potensi pelemahan hak tersangka.
Di tengah gelombang demonstrasi, DPR memastikan bahwa proses pengesahan RUU akan tetap berjalan sesuai prosedur legislasi. Namun, beberapa anggota legislatif menyatakan terbuka untuk menerima masukan dari publik agar revisi terakhir dapat mencerminkan aspirasi masyarakat. Hal ini menjadi peluang bagi kelompok masyarakat sipil untuk mendorong revisi substansial yang lebih berpihak pada kepentingan hukum dan keadilan.
Aksi demonstrasi besar ini menjadi cermin bahwa masyarakat Indonesia semakin aktif dalam mengawal proses legislasi yang berdampak langsung pada kehidupan sehari-hari. RUU KUHAP, yang menyentuh hak-hak dasar tersangka dan korban, memerlukan perhatian serius agar implementasinya kelak tidak menimbulkan kontroversi dan ketidakadilan. Dengan partisipasi publik yang masif, diharapkan DPR dapat menyeimbangkan kepentingan hukum, hak asasi manusia, dan aspirasi rakyat.
Dengan situasi yang terus memanas, perhatian nasional kini tertuju pada langkah DPR selanjutnya dalam menanggapi tuntutan masyarakat. Aksi ini menjadi pengingat kuat bahwa demokrasi bukan hanya tentang pengambilan keputusan di gedung parlemen, tetapi juga tentang keterlibatan aktif warga negara dalam memastikan kebijakan publik mencerminkan keadilan dan kepentingan bersama.
